Seperti halnya manusia yang memiliki spesialisasi khusus untuk mencapai tujuannya, tujuan yang baik ataupun buruk. Bayangkan seorang hacker computer yang mampu mencuri dan merampas password facebook, mungkin kalian pernah merasakannya, syukur saya belum pernah dan berharap jangan pernah atau juga contoh lain pencuri sepeda motor yang semakin merajalela bahkan perampokan yang akhir-akhir ini sering terjadi. Semua orang yang memiliki spesialisasi khusus tersebut tentu terus dan terus menerus mempelajari teknik dan berusaha mencari peluang untuk menuangkannya dalam tindakan nyata. Begitupula iblis yang juga memiliki prajurit-prajurit siap tempur yang dibekali ketrampilan khusus dan ditugasi pekerjaan yang khusus pula untuk menjerumuskan manusia menjadi sahabat mereka di sana. Dalam hal wudhu, ada jenis setan khusus yang beraksi di wilayah ini. Pekerjaannya fokus untuk menggoda orang-orang yang sedang berwudhu sehingga menjadi kacau wudhunya. Setan spesialis wudhu ini disebut Nabi dengan “Al-Walhan”
Nabi bersabda: “Pada wudhu itu ada setan yang menggoda, disebut dengan Al-Walhan, maka berhati-hatilah terhadapnya.” (HR Ahmad)
Niat
Setan ini menggoda tidak hanya mengandalkan satu jurus saja untuk memperdayai mangsanya. Untuk masing-masing karakter pelaku wudhu, disiapkan satu jurus untuk melumpuhkannya. Maka waspadai setiap jurusnya saudaraku. Sebagian dipermainkan setan hingga sibuk mengulang-ulang lafadzh niat. Niat memang harus diladzimi bagi setiap hamba yang hendak melakukan suatu aktivitas. Akan tetapi, tak ada secuil keteranganpun dari Nabi yang shahih menunjukkan sunahnya melafazkan niat. Bahkan tidak ada dalil sekalipun berupa hadits dha’if, mursal, atau yang terdapat di musnad maupun perbuatan sahabat yang menunjukkan keharusan atau sunahnya melafadzkan niat.
Dalil yang biasa dipakai adalah hadits Nabi: “Innamala’malu binniat segala sesuatu tergantung niatnya.” Hadits ini tidak menunjukkan sedikitpun akan perintah melafadzkan niat. Jika hadits ini dimaknai sebagai niat yang dilafadzkan, berarti untuk setiap amal shalih baik menolong orang tenggelam, belajar, bekerja dan aktivitas lain menuntut dilafadzkan niat. Apakah orang yang melafazkan niat ketika wudhu juga melafadzkan niat ketika melakukan aktivitas amal yang lain? Kalau saja itu baik, tentunya Nabi dan para sahabat melakukannya.
Sebagian lagi digoda setan sehingga asal-asalan ketika melakukan wudhu. Dia membiarkan anggota tubuh yang mestinya wajib dibasuh, tidak terkena oleh air. Nabi mengingatkan akan hal ini dengan sabdanya: “Celakalah tumit dari neraka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Untuk menangkal godaan ini, wajib bagi kita mengetahui, manakah anggota tubuh yang wajib dibasuh atau diusap. Allah telah menjelaskan dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan mata kaki”. (QS. al-Maidah : 6)
Syaikh Utsaimin menyebutkan bahwa istinsyaq atau memasukkan air ke hidung kemudian istinsyar (mengeluarkannya) hukumnya wajib karena hidung termasuk bagian dari wajah yang dituntut untuk dibasuh. Telinga juga wajib untuk diusap karena termasuk bagian dari kepala sebagaimana hadits Nabi: al-udzun minar ra’si, telinga adalah bagian dari kepala.
Boros Menggunakan Air
Asal-asalan berwudhu adalah jurus setan yang diarahkan bagi orang yang malas. Sedangkan untuk orang yang antusias dan bersemangat, setan al-walhan memiliki jurus yang lain, yakni setan walhan menggoda agar orang yang wudhu terlampau boros menggunakan air. Timbullah asumsi bagi orang yang berwudhu, semakin banyak air, maka semakin sempurna pula wudhunya. Padahal anggapan ini bertentangan dengan sunnatul huda. Bahkan Nabi mengingatkan umatnya akan hal itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya akan ada di antara umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan An-Nasa’i sanadnya kuat dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ada pula hadits menyebutkan: tatkala Nabi melewati Sa’ad yang tengah berwudhu, beliau bersabda: “dan janganlah boros dalam menggunakan air.” Sa’ad berkata: “Apakah ada istilah pemborosan dalam hal air?” beliau menjawab: “Ya, meskipun engkau (berwudhu) di sungai yang mengalir.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Ibnul Qayyim menyebutkan hadits ini dalam Zaadul Ma’ad, begitu pula Ibnul Jauzi dalam kitabnya “Talbis Iblis”, hanya saja Syaikh Al-Albani menyatakan ini sebagai hadits dha’if, begitu pula dengan Al-Bushiri dalam Al-Zawa’id. Yang baik adalah kita tidak boros dalam menggunakan air, termasuk ketika berwudhu. Namun bukan berarti boleh meninggalkan sebagian anggota yang wajib untuk dibasuh.
Ragu-Ragu Ketika Berwudhu
Jurus lain yang ditujukan bagi orang yang terlalu bersemangat dalam hal wudhu adalah: setan walhan menanamkan keraguan kepada orang yang berwudhu. Ketika orang itu selesai wudhu, dibisikkanlah di hatinya keraguan akan keabsahan wudhunya. Agar orang itu mengulangi wudhunya kembali dan hilanglah banyak keutamaan seperti takbiratul uula maupun shalat jama’ah secara umum.
Telah datang kepada Ibnu Uqail seseorang yang terkena jurus setan ini. Dia menceritakan bahwa dirinya telah berwudhu, kemudian dia ulangi wudhunya karena ragu, bahkan dia menceburkan diri ke sungai, setelah keluar darinya diapun masih ragu akan wudhunya. Dia bertanya: “Dalam keadaan (masih ragu) seperti itu apakah saya boleh shalat?” Ibnu Uqail menjawab: “Bahkan kamu tidak lagi wajib shalat.” Ya, tak ada orang yang melakukan seperti itu kecuali orang yang hilang ingatan, sedangkan orang yang hilang ingatan tidak terkena kewajiban. Wallahua’lam.
0 Comments:
Post a Comment